Gevedu: Sejarah Konstitusi Indonesia


Sejarah Konstitusi Indonesia
Karya: Rizki Siddiq Nugraha

 di Indonesia pernah menggunakan tiga macam Undang Gevedu: Sejarah Konstitusi Indonesia

Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang, di Indonesia pernah menggunakan tiga macam Undang-Undang Dasar (UUD), yakni UUD 1945, Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949, dan UUD Sementara 1950. Berdasar pada periodesasi berlakunya ketiga UUD tersebut, dijabarkan sebagai berikut:
1. 18 Agustus 1945-27 Desember 1949, berlaku UUD 1945.
2. 27 Desember 1949-17 Agustus 1950, berlaku Konstitusi RIS 1949.
3. 17 Agustus 1950-5 Juli 1959, berlaku UUD Sementara 1950.
4. 5 Juli 1959-sekarang berlaku kembali UUD 1945.

Adapun ketiga UUD tersebut, dijabarkan sebagai berikut:

1. UUD 1945

 di Indonesia pernah menggunakan tiga macam Undang Gevedu: Sejarah Konstitusi Indonesia

UUD 1945 pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi negara Indonesia dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Naskah UUD 1945 ini pertama kali disiapkan oleh suatu badan pemerintahan yang dibentuk Jepang, yaitu Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pimpinan dan anggota badan yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat ini dilantik oleh pemerintahan Jepang pada tanggal 28 Mei 1945 dalam rangka memenuhi janji pemerintah Jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Sidang BPUPKI terbagi atas dua periode. Periode pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945, dan periode kedua pada tanggal 10 Juli-17 Juli 1945. Pada kedua periode sidang tersebut, fokus pembicaraannya tertuju pada upaya mempersiapkan pembentukan sebuah negara merdeka. Hal ini terlihat selama periode sidang pertama, yang membicarakan tentang dasar falsafah yang harus dipersiapkan dalam rangka Indonesia merdeka. Pembahasan mengenai hal-hal teknis tentang bentuk negara dan pemerintahan baru dilakukan pada periode sidang kedua pada tanggal 10 Juli-17 Agustus 1945.
Pada masa persidangan kedua tersebut dibentuk Panitia Hukum Dasar yang terdiri atas 19 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno. Kemudian panitia ini membentuk Panitia Kecil yang diketuai oleh Prof. Dr. Soepomo yang bertugas untuk menyusun rancangan Undang-Undang Dasar yang kemudian disetujui oleh BPUPKI. Kemudian pada sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, dengan susunan acara untuk menetapkan UUD, memilih presiden dan wakil presiden, dan lain-lain.
Walaupun UUD 1945 telah resmi disahkan, namun UUD 1945 ini tidak langsung dijadikan referensi dalam setiap pengambilan keputusan kenegaraan dan pemerintahan. UUD 1945 pada pokoknya benar-benar dijadikan alat saja untuk segera mungkin membentuk negara merdeka, yaitu Republik Indonesia UUD 1945 memang dimaksudkan sebagai UUD sementara yang memang harus diganti dengan yang baru apabila negara merdeka sudah berdiri dan keadaan sudah memungkinkan.
Sehubungan dengan itu, pemerintahan menetapkan kebijakan untuk membentuk kabinet parlementer pertama di bawah Perdana Menteri Syahrir. Padahal, seperti yang kita ketahui dalam UUD 1945 tersebut menganut sistem pemerintahan presidensil, tidak menganut pemerintahan dengan kabinet parlementer sama sekali. Dengan kata lain, periode 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949, meskipun secara formal UUD 1945 berlaku sebagai konstitusi resmi tetapi nilainya hanya bersifat nominal, yaitu hanya sebatas di atas kertas saja. Keadaan demikian terus berlangsung sampai tahun 1949 ketika dibentuk Republik Indonesia Serikat.

2. Konstitusi RIS 1949

 di Indonesia pernah menggunakan tiga macam Undang Gevedu: Sejarah Konstitusi Indonesia

Pada keadaan terdesak, atas pengaruh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada tanggal 23 Agustus 1949 diadakannya Konferensi Meja Bundar (Round Table Conference) di Den Haag. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil Indonesia dan Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) serta wakil Belanda dan Komisi PBB untuk Indonesia. Konferensi ini menyepakati tiga hal, yakni:
1. Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat.
2. Penyerahan kedaulatan kepada RIS yang berisikan tiga hal, yaitu (a) piagam penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada Pemerintahan RIS, (b) status uni, dan (c) persetujuan perpindahan.
3. Mendirikan uni antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda.
Naskah konstitusi Republik Indonesia Serikat disusun bersama delegasi Republik Indonesia dan delegasi dari BFO di konferensi tersebut, yang kemudian disepakati sebagai UUD RIS 1949 yang mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949. Dengan berdirinya RIS, wilayah Republik Indonesia sendiri masih berdiri di samping RIS dengan UUD 1945 sebagai konstitusinya. Hal itu dikarenakan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Konstitusi RIS, Republik Indonesia diakui salah satu negara bagian, yaitu mencakup wilayah yang tertuang dalam Perjanjian Renville.
Konstitusi RIS yang disusun dalam rangka Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949, pada pokoknnya juga dimaksudkan sebagai UUD yang bersifat sementara.

3. UUD Sementara 1950

 di Indonesia pernah menggunakan tiga macam Undang Gevedu: Sejarah Konstitusi Indonesia

Bentuk negara federal mengandung banyak sekali nuansa politis, berkenaan dengan kepentingan penjajahan Belanda. Oleh karena itu, penggagasan bentuk negara federal dianggap memiliki relevansi sosiologis yang cukup kuat untuk diterapkan di Indonesia, tetapi terkait dengan kepentingan penjajahan Belanda, maka ide feodalisme menjadi tidak populer.
Perlahan wibawa pemerintaha RIS terus berkurang, dan akhirnya dicapai kesepakatan antara pemerintahan Republik Indonesia dan RIS untuk kembali bersatu dan mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kesepakatan tersebut dituangkan dalam suatu naskah persutujuan bersama pada tanggal 19 Mei 1950, yang pada intinya disepakati dibentuk kembali NKRI sebagai kelanjutan dari negara kesatuan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Untuk menuju langkah mempersiapkan kembali naskah UUD, maka dibentuk panitia untuk menyusun kerangka. Setelah rancangan selesai, kemudian disahkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat pada tanggal 12 Agustus 1950, dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat serta Senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950. Selanjutnya, naskah UUD baru ini diberlakukan secara resmi pada tanggal 17 Agustus 1950 yaitu dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950. UUD ini bersifat mengganti, sehingga isinya tidak hanya mencerminkan perubahan dari bentuk Konstitusi RIS melainkan juga menerangkan mengenai penggantian naskah Konstitusi RIS dengan UUD Sementara 1950.
UUD Sementara 1950 ini bersifat sementara, seperti halnya yang tercantum dalam Pasal 134 yang mengharuskan Konstituante harus bersama-sama dengan pemerintah segera harus menyusun UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUD Sementara 1950. Berbeda dengan Konstitusi RIS yang tidak sempat membentuk Konstituante sebagaimana diamanatkan di dalamnya, amanat UUD Sementara 1950 telah dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga pemilihan umum untuk pertama kalinya berhasil diselenggarakan di Indonesia pada bulan Desember 1955. Pemilihan umum ini diadakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953. UU ini berisi dua pasal, yakni (a) ketentuan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara 1950, dan (b) ketentuan tanggal mulai berlakunya UUD Sementara 1950 itu menggantikan Konstitusi RIS, yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945. Atas dasar ini diadakan pemilu pada tahun 1955, yang pada akhirnya terbentuk Konstituante.
Sayangnya, Mejelis Konstituante ini tidak atau belum sampai berhasil menyelesaikan tugasnya untuk menyusun UUD baru, maka dari itu Presiden Soekarno menilai bahwa Konstituante telah gagal, dan atas dasar itu Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai UUD Republik Indonesia selanjutnya.

4. Kembali kepada UUD 1945

 di Indonesia pernah menggunakan tiga macam Undang Gevedu: Sejarah Konstitusi Indonesia

Memang kemudian timbul kontroversi yang luas berkenaan dengan status hukum berlakunya Dekrit Presiden tersebut yang dituangkan dalam Keputusan Presiden itu sebagai tindakan hukum yang sah untuk memberlakukan kembali UUD 1945.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaiman mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap kebijakan-kebijakan Presiden.
Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara. Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden Republik Indonesia memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Ternyata tidak, apabila dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden.
Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan fleksibel, sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintah Orde Baru bertekad untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.