Model Pembelajaran Relating, Experiencing, Applyng, Cooperating, and Transferring (REACT)
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Model pembelajaran relating, experiencing, applyng, cooperating, and transferring (REACT) adalah model pembelajaran yang dapat membantu guru untuk menanamkan konsep pada siswa. Siswa diajak menemukan sendiri konsep yang dipelajarinya, bekerja sama, menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari, dan mentransfer dalam kondisi baru. Model ini merupakan model pembelajaran dengan “pendekatan kontekstual yang pertama kali dikembangkan oleh Michael L. Crawford di Amerika Serikat” (Crawford, 1999, hlm. 20).
Model pembelajaran REACT menurut Crawford (2001, hlm. 2) terdapat lima strategi yang harus digunakan selama proses belajar yaitu “(1) mengaitkan/menghubungkan (relating), (2) mengalami (experiencing), (3) menerapkan (applyng), (4) bekerja sama (cooperating), dan (5) mentransfer (transferring)”.
Kelima strategi tersebut dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Relating (mengkaitkan)
Relating atau mengkaitkan merupakan strategi pembelajaran kontekstual yang paling kuat, sekaligus inti konstruktivis. Pada proses pembelajarannya, siswa melihat dan memperhatikan keadaan lingkungan dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, kemudian dikaitkan ke dalam informasi baru yang diperolehnya. Jadi, mengkaitkan adalah belajar dalam konteks pengalaman kehidupan nyata seseorang atau pengetahuan yang ada sebelumnya.
Di dalam memulai pembelajaran, “guru yang menggunakan strategi relating harus selalu mengawali dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab oleh hampir semua siswa dari pengalaman hidupnya di luar kelas” (Trianto, 2011, hlm. 4). Pertanyaan yang diajukan selalu dalam fenomena-fenomena yang menarik dan sudah tidak asing lagi bagi siswa, bukan menyampaikan sesuatu yang abstrak atau fenomena yang berada di luar jangkauan persepsi, pemahaman, dan pengetahuan para siswa.
2. Experiencing (mengalami)
Mengalami merupakan hal yang berhubungan dengan pengalaman siswa selama belajar. Di dalam mempelajari suatu konsep, siswa mempunyai pengalaman terutama langkah-langkah dalam mempelajari konsep tersebut. Hal ini bisa diperoleh pada saat siswa mengerjakan lembar kegiatan siswa, latihan penugasan, dan kegiatan lain yang melibatkan keaktifan siswa dalam belajar, sehingga dengan mengalami siswa akan lebih mudah memahami suatu konsep. “Di dalam proses mengalami ini, siswa ditekankan mampu melakukan konteks penggalian (exploration), penemuan (discovery), dan penciptaan (invention)” (Crawford, 2001, hlm. 5).
3. Applyng (menerapkan)
Pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan adalah belajar untuk menerapkan atau mengaplikasikan konsep-konsep atau informasi yang diperoleh ketika melakukan aktifitas pemecahan soal-soal, baik melalui LKS, latihan penugasan, maupun kegiatan lain yang melibatkan keaktifan siswa dalam belajar. “Untuk lebih memotivasi dalam memahami konsep-konsep, guru dapat memberikan latihan-latihan yang realistik, relevan, dan menunjukkan manfaat dalam suatu bidang kehidupan” (Trianto, 2011, hlm. 8).
4. Cooperating (bekerja sama)
Bekerja sama adalah konteks sharing, merespons, berkomunikasi dengan siswa lainnya. Bekerja sama antar siswa dalam kelompok akan memudahkannya menemukan dan memahami suatu konsep, karena mereka dapat saling mendiskusikan masalah dengan temannya. Siswa merasa lebih leluasa dan dapat mengajukan berbagai pertanyaan tanpa merasa malu. “Mereka juga lebih siap menerangkan pemahaman mereka terhadap materi pelajaran kepada siswa lainnya untuk merekomendasikan berbagai pendekatan pemecahan masalah soal bagi kelompok” (Trianto, 2011, hlm. 11).
Melalui bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil akan memberikan kemampuan yang lebih bagi siswa untuk dapat mengatasi berbagai persoalan yang kompleks. Lie (dalam Wena, 2011, hlm. 189) berpendapat “apabila siswa dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, maka hasil kerja mereka akan lebih baik daripada kerja sendiri”.
5. Transferring (mentransfer)
Mentransfer adalah strategi pembelajaran yang didefinisikan sebagai penggunaan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam konteks baru atau situasi baru. Di dalam hal ini pembelajaran diarahkan untuk menganalisis dan memecahkan suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan dengan menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Oleh karena itu, “guru secara efektif menggunakan latihan-latihan untuk memancing rasa penasaran dan emosi sebagai motivator dalam mentransfer gagasan-gagasan dari satu konteks ke konteks lain” (Crawford, 2001, hlm. 13).
Model pembelajaran REACT menurut Gulo (2010, hlm. 31-34) memiliki sejumlah kelebihan dan kelemahan, antara lain:
1. Kelebihan model pembelajaran REACT, yakni:
a. Memperdalam pemahaman siswa.
b. Mengembangkan sikap menghargai diri siswa dan orang lain.
c. Mengembangkan sikap kebersamaan dan rasa saling memiliki.
d. Mengembangkan keterampilan untuk masa depan.
e. Memudahkan siswa mengetahui kegunaan materi dalam kehidupan sehari-hari.
f. Membuat belajar secara inklusif.
2. Kelemahan model pembelajaran REACT, yaitu:
a. Membutuhkan waktu yang relatif lama.
b. Membutuhkan kemampuan khusus dari guru.
c. Menuntut sifat tertentu dari siswa.
Referensi
Crawford, M. L. (1999). Teaching Mathematics Contextually. Texas: CORD.
Crawford, M. L. (2001). Teaching Contextually Research, Rationale, and Techniques for Improving Students Motivation and Achievement in Mathematics and Science. Texas: CORD.
Gulo, A. (2010). Penerapan Strategi REACT untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Materi Fungsi di Kelas XI SMA Negeri 1 Kutapanjang. (Tesis). Medan: Tidak diterbitkan.
Trianto (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.
Wena, M. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.