Budi Utomo
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Dr. Wahidin Soedirohusodo adalah seorang tokoh cendikiawan lulusan sekolah dasar dokter Jawa bernama School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten (STOVIA) yang sangat peduli atas nasib bangsanya. Kondisi bangsa Indonesia, terutama rendahnya pendidikan, membuat Dr. Wahidin Soedirohusodo merasa ikut bertanggung jawab untuk memperbaikinya. Pada tahun 1907, Dr. Wahidin Soedirohusodo memutuskan untuk berkeliling pulau Jawa mengkampanyekan peningkatan martabat dan kehormatan rakyat. Peningkatan ini akan diwujudkan dengan mengadakan himpunan dana pendidikan. Namun ternyata, usaha tersebut tidak begitu membuahkan hasil.
Pada akhir tahun 1907, Dr. Wahidin Soedirohusodo bertemu dengan Soetomo, seorang pemuda yang merupakan siswa STOVIA. Perbincangan tentang kondisi nasib rakyat Indonesia kemudian menggugah Soetomo untuk mendiskusikan hal tersebut dengan teman-temannya. Melalui diskusi dan perbincangan yang berkelanjutan inilah mereka sepakat mendirikan perkumpulan yang bergerak memperhatikan nasib kehidupan bangsa terutama dalam hal pendidikan. Organisasi perkumpulan tersebut dinamakan Budi Utomo.
Pada tanggal 20 Mei 1908, betempat di Jalan Abdulrahman Saleh 26 Jakarta, Dr. Wahidin Soedirohusodo, Soetomo, dan kawan-kawannya sepakat mendirikan organisasi Bumi Utomo dengan Soetomo sebagai ketua. Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi organisasi tersebut.
Tujuan Budi Utomo adalah menyadarkan rakyat Indonesia dan berusaha meningkatkan kemajuan penghidupan bangsa. Di dalam meningkatkan penghidupan itu juga disertai usaha memperdalam keseniaan dan kebudayaan. Tujuan lainnya adalah menjamin kehidupan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang terhormat dengan menitikberatkan hal pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan.
Pada bulan Juli 1908, sebanyak 650 orang tergabung dalam organisasi Budi Utomo. Anggota-anggota tersebut tersebar di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Magelang, Surabaya, dan Probolinggo. Secara resmi, Budi Utomo menetapkan fokus perhatian dalam pergerakannya, yaitu pada penduduk Jawa dan Madura karena pada saat itu wilayah tersebut paling banyak mendapat pengaruh penjajahan Belanda.
Pada awalnya, Budi Utomo ditolak oleh sebagian besar golongan kaum priyayi atau bangsawan. Hal ini dikarenakan kaum priyayi pendukung birokrasi dari golongan ningrat tidak senang terhadap gerakan yang mengancam kedudukan kaum bangsawan yang menjadi penguasa dalam birokrasi.
Kaum priyayi pendukung birokrasi berpiki bahwa organisasi pergerakan nasional seperti Budi Utomo akan menghambat atau bahkan mengganggu kepentingan mereka. Organisasi seperti Budi Utomo dianggap akan membentuk penggerak-penggerak yang nantinya akan melakukan perubahan terhadap struktur sosial yang telah ada. Para penggerak ini akan menjadi kaum terpelajar yang akan mengurangi ruang lingkup kekuasaan tunggal birokrasi. Meskipun kaum terpelajar pada masa awal pergerakan nasional masih didominasi oleh kaum bangsawan, namun tidak menutup kemungkinan Budi Utomo dapat membahayakan kedudukan kaum penguasa terkait status sosialnya.
Namun kemudian Budi Utomo memperoleh dukungan tanpa syarat dari kalangan cendikiawan atau kaum intelek Jawa yang peduli terhadap pendidikan bangsa. Menyikapi hal ini, para pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam Budi Utomo memberi kesempatan kepada golongan tua kaum cendikiawan untuk memegang jabatan penting bagi pergeraan ini. Buktinya pada kongres pertama Budi Utomo tanggal 5 Oktober 1908 yang diadakan di Yogyakarta sepakat menentukan pengurus besar organisasi berasal dari golongan tua. Sehingga apabila dijabarkan, pengurus besar organisasi, antara lain:
1. R. T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, sebagai ketua pengurus besar.
2. Anggota pengurus besar didominasi oleh para pegawai maupun para mantan pegawai yang bekerja di pemerintahan.
3. Pengurus organisasi adalah dewan pimpinan yang merupakan para pejabat generasi tua. Mereka adalah para pemerhati pendidikan.
Penetapan pusat organisasi Budi Utomo adalah Yogyakarta. Kongres Budi Utomo pertama ini berhasil mencapai kesepakatan tentang tujuan organisasi, yakni untuk mewujudkan cita-cita memajukan bangsa dan negara yang harmonis, hal utamanya adalah bidang pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik, industri, dan kebudayaan.
Sebelumnya terjadi perbedaan pendapat dalam kongres pertama tersebut. Perbedaan itu disebabkan oleh adanya kelompok minoritas pimpinan dr. Cipto Mangunkusumo. Kelompok minoritas ini bermaksud dan berkeinginan memperjuangkan Budi Utomo agar menjadi partai politik yang nantinya bermanfaat untuk mengangkat rakyat secara umum, tidak terbatas hanya pada kaum bangsawan. Mereka juga menginginkan agar pergerakan Budi Utomo tidak sebatas di Jawa dan Madura, namun cakupannya menyeluruh ke seluruh Nusantara. Namun, pendapat ini tidak berhasil mendapat dukungan. Pada akhirnya, tahun 1909, dr. Cipto Mangunkusumo mengundurkan diri dari Budi Utomo.
Pada tahun 1924, Soetomo merasa tidak puas dengan Budi Utomo. Penyebab ketidakpuasan itu adalah seiring berjalannya waktu, asas kebangsaan Jawa pada Budi Utomo sudah tidak sejalan lagi dengan asas kebangsaan yang bersifat nasionalis. Soetomo kemudian mendirikan Indonesische Studieclub di Surabaya. Indonesische Studieclub seiring perkembangannya kemudian menjadi Persatuan Bangsa Indonesia.
Budi Utomo bergabung ke dalam gerakan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada tahun 1927. PPPKI adalah sebuah gerakan yang dipelopori Ir. Soekarno. Meskipun demikian, Budi Utomo tetap berkecimpung pada kegiatan-kegiatan kebangsaan.
Pada tahun 1928, Budi Utomo mengambil suatu langkah maju dengan menambah asas dan tujuan pergerakannya, yaitu turut berusaha mewujudkan cita-cita persatuan Indonesia. Ini adalah langkah bijak perjuangan, sebab pada saat itu semangat persatuan bangsa Indonesia sedang berkibar di bumi Nusantara. Dari sini terlihat bahwa Budi Utomo sedang berusaha memperluas gerakannya. Budi Utomo tidak hanya mementingkan rakyat Jawa dan Madura, tetapi secara keseluruhan Budi Utomo juga memperhatikan persatuan bangsa Indonesia.
Pada tahun 1935, usaha mencapai persatuan Indonesia dilanjutkan dengan melakukan fusi dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Persatuan ini dipimpin oleh Soetomo. Hasil fusi ini membentuk Partai Indonesia Raya (Parindra). Dengan ini, maka berakhirlah Budi Utomo yang berperan sebagai organisasi pergerakan di Indonesia.