Gevedu: Perkembangan Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) di Indonesia


Perkembangan Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) di Indonesia
Karya: Rizki Siddiq Nugraha

Perkembangan Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup  Gevedu: Perkembangan Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) di Indonesia

Perkembangan konsep Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) di Indonesia tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan PLH di tingkat internasional dan Asia. Sebagai garapan pendidikan yang bertujuan utama untuk kepentingan lingkungan, di Indonesia berkembang dalam dua model yang diformulasikan dalam Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH), dan PLH yang terpisah dengan Pendidikan Kependudukan (PK). Penyatuan antara PLH dengan PK dalam PKLH memang cukup beralasan karena permasalahan lingkungan secara langsung melekat erat dengan masalah kependudukan. Sedangkan alasan pemisahan tampaknya lebih karena disiplin keilmuan yang diyakini sebagai landasan pengembangan bidang garapan pendidikan masing-masing, yakni PLH lebih cenderung ke disiplin ilmu Sains dan PK lebih cenderung ke disiplin ilmu Geografi.
Pada tahun 1975, sebuah lokakarya internasional tentang PLH diadakan di Beograd, Jugoslavia, yang menghasilkan pernyataan antar negara peserta mengenai PLH yang dikenal sebagai “The Belgrade Charter – a Global Framework for Environmental Education”. Secara ringkas tujuan PLH yang dirumuskan tersebut sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesadaran dan perhatian terhadap keterkaitan bidang ekonomi, sosial, politik, dan ekologi, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
2. Memberi kesempatan bagi setiap orang untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, sikap/perilaku, motivasi, dan komitmen, yang diperlukan untuk bekerja secara individu dan kolektif untuk menyelesaikan masalah lingkungan saat ini dan mencegah munculnya masalah baru.
3. Menciptakan satu kesatuan pola tingkah laku baru bagi individu, kelompok-kelompok, dan masyarakat terhadap lingkungan hidup.
Adapun negara-negara anggota ASEAN telah mengembangkan program dan kegiatannya sejak konferensi internasional PLH pertama di Belgrade tahun 1975. Sejak dikeluarkannya ASEAN Environmental Education Action Plan 2000-2005, masing-masing negara anggota ASEAN perlu memiliki kerangka kerja untuk pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan. Pada intinya ASEAN Environmental Education Action Plan 2000-2005 merupakan tonggak sejarah yang penting dalam upaya kerja sama regional antar sesama negara anggota ASEAN serta turut meningkatkan pelaksanaan pendidikan lingkungan di masing-masing negara anggota ASEAN.
Di Indonesia perkembangan penyelenggaraan pendidikan lingkungan dimulai pada tahun 1975. IKIP Jakarta untuk pertama kalinya merintis pengembangan pendidikan lingkungan dengan menyusun Garis-Garis Besar Program Pengajaran PLH yang diujicobakan di 15 Sekolah Dasar di Jakarta pada periode tahun 1977/1978.
Pada tahun 1979 dibentuk Pusat Studi Lingkungan (PSL) di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta. Bersamaan dengan itu pula mulai dikembangkan pendidikan Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) oleh semua PSL di bawah koordinasi Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Menteri PPLH). Di sisi lain, berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta mulai mengembangkan dan membentuk program studi khusus ilmu lingkungan dan pendidikan lingkungan. Sebagai pelopor program studi ilmu lingkungan adalah IPB dan UI, sedangkan program studi PKLH adalah IKIP Jakarta.
Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, penyampaian masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP, dan SMA termasuk SMK.
Prakarsa pengembangan pendidikan lingkungan juga dilakukan oleh berbagai LSM. Padah tahun 1996/1997 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Sehubungan dengan kegiatan PLH di Indonesia, Kelompok Kerja Pendidikan Konservasi Sumber Daya Hutan dan Lingkungan Hidup (Pokja PKSDH & L) telah membagi perkembangan kegiatan PLH di Indonesia ke dalam tiga periode, yaitu:
1. Periode 1969-1983 (periode persiapan dan peletakan dasar)
Usaha pengembangan pendidikan LH ini tidak bisa dilepaskan dari hasil Konferensi Stockholm pada tahun 1972, antara lain menghasilkan rekomendasi dan deklarasi seperti tentang pentingnya kegiatan pendidikan untuk menciptakan kesadaran masyarakat dalam melestarikan lingkungan hidup. Salah satu kegiatan yang mempelopori pengembangan PLH di Indonesia dilakukan oleh IKIP Jakarta, yaitu dengan menyusun Garis-Garis Besar Pendidikan dan Pengajaran (GBPP) bidang lingkungan hidup untuk pendidikan dasar. Pada tahun 1977/1978, GBPP tersebut kemudian diujicobakan pada 15 SD di Jakarta. Selain itu, penyusunan GBPP untuk pendidikan dasar, beberapa perguruan tinggi juga mulai mengembangkan Pusat Studi Lingkungan (PSL) yang salah satu aktivitas utamanya adalah melaksanakan kursus-kursus mengenai analisis dampak lingkungan (AMDAL). Program studi lingkungan dan konservasi sumber daya alam di beberapa perguruan tinggi juga mulai dikembangkan.
2. Periode 1983-1993 (periode sosialisasi)
Pada periode ini, kegiatan PLH baik di jalur formal maupun di jalur non formal telah semakin berkembang. Pada jalur pendidikan formal, khususnya pada jejang pendidikan dasar dan menengah, materi pendidikan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan konservasi Sumber Daya Alam (SDA) telah diintegrasikan ke dalam Kurikulum 1984. Selama periode ini, berbagai pusat studi seperti Pusat Studi Kependudukan (PSK) dan Pusat Studi Lingkungan (PSL) baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta terus bertambah jumlah dan aktivitasnya. Selain itu, program-program studi pada jenjang S1, S2, dan S3, yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam juga terus berkembang. Bahkan isu dan permasalahan lingkungan hidup telah diarahkan sebagai bagian dari Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) yang harus diterima oleh semua mahasiswa pada semua program studi atau disiplin ilmu.
Perhatian terhadap upaya pengembangan PLH oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan juga terus meningkat, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu dengan terus dimantapkannya program dan aktivitasnya melalui pembentukan Bagian Proyek KLH sebagai salah satu unit kegiatan di Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen). Pada periode ini sosialisasi masalah lingkungan hidup juga dilakukan terhadap kalangan administratur negara dengan memasukan materi kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam kurikulum perjenjangan tingkat Sepada, Sepadya, dan Sespa pada Diklat Lembaga Administrasi Negara (LAN) tahun 1989/1990. Di sisi lain, selama periode ini pula banyak LSM serta lembaga nirlaba lainnya yang didirikan dan ikut mengambil peran dalam mendorong terbentuknya kesadaran masyarakat akan pentingnya perilaku ramah lingkungan. Secara keseluruhan, perkembangan kegiatan pendidikan, penyuluhan, dan penyadaran masyarakat tersebut terjadi di seluruh kawasan Indonesia.
3. Periode 1993-sekarang (periode pemantapan dan pengembangan)
Salah satu hal yang menonjol dalam periode ini adalah ditetapkannya Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan PLH, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Departemen P & K juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan PLH di sekolah-sekolah antara lain melalui pemantapan guru, penggalakan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk guru SD, SMP, SMA, dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain. Selain itu, berbagai inisiatif dilakukan baik oleh pemerintah, LSM, maupun perguruan tinggi dalam mengembangkan PLH melalui kegiatan seminar, sarasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan seperti penyuluhan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan, dan sebagainya.
Meskipun perhatian terhadap langkah-langkah pengembangan PLH pada satu atau dua tahun terakhir ini semakin meningkat, baik untuk pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah, namun harus diakui bahwa masih banyak hal yang perlu terus selalu diperbaiki agar PLH dapat lebih memasyarakat secara konsisten dan berkelanjutan. Dengan demikian, kegiatan PLH yang dilaksanakan mulai jenjang pra sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi melalui berbagai bentuk kegiatan yang dapat memberikan hasil optimal.