Gevedu: Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)


Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Karya: Rizki Siddiq Nugraha

 adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pihak Jepang pada tanggal  Gevedu: Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)

Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pihak Jepang pada tanggal 29 April 1945. Badan ini dibentuk agar Jepang mendapat dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Badan ini diketuai oleh Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat serta wakilnya, yakni Ichibangase Yoshio dan Raden Pandji Soeroso. Badan ini beranggotakan 67 orang. BPUPKI mempunyai tugas mempelajari dan menyelediki hal-hal yang bersifat politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal lain yang dibutuhkan untuk persiapan kemerdekaan Indonesia.
Sidang BPUPKI pertama diadakan di gedung Chuo Sangi in di Jalan Pejambon 6, Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Sidang dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema Dasar Negara. Sidang ini membahas dan merancang calon dasar Negara Republik Indonesia yang akan merdeka. Pada rapat pertama terdapat tiga (3) orang yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara.
Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya mengemukakan lima asas, yakni:
1. Peri kebangsaan.
2. Peri kemanusiaan.
3. Peri Ketuhanan.
4. Peri kerakyatan.
5. Kesejahteraan rakyat (keadilan sosial).
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo dalam pidato singkatnya mengusulkan lima asas, yaitu:
1. Persatuan.
2. Kekeluargaan.
3. Keseimbangan lahir batin.
4. Musyawarah.
5. Keadilan sosial.
Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan lima asas yang disebut Pancasila, yakni:
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan.
3. Mufakat atau demokrasi.
4. Kesejahteraan sosial.
5. Ketuhanan yang Maha Esa.
Kelima asas dari Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau dapat disingkat menjadi Trisila atau tiga sila, sebagai berikut:
1. Sosionasionalisme.
2. Sosiodemokrasi.
3. Ketuhanan dan kebudayaan
Bahkan menurut Soekarno, Trisila tersebut dapat disingkat kembali sebagai Ekasila, yaitu sila gotong royong. Hal ini merupakan upaya Soekarno dalam menjelaskan bahwa konsep tersebut adalah dalam satu-kesatuan.
Setelah berakhir masa sidang BPUPKI pertama, belum nampak hasil kesepakatan Dasar Negara Indonesia. Maka dibentuk panitia delapan (panitia kecil) yang tugasnya untuk memeriksa usul-usul yang masuk untuk ditampung dan dilaporkan pada sidang BPUPKI yang kedua. Panitia tersebut beranggotakan delapan (8) orang, antara lain:
1. Ir. Soekarno (ketua merangkap anggota).
2. Ki Bagoes Hadikoesoemo.
3. Kyai Haji Wachid Hasyim.
4. Mr. Muhammad Yamin.
5. M. Soetardjo Kartohadikoesoemo.
6. Mr. A. A. Maramis.
7. R. Oto Iskandar Dinata.
8. Drs. Mohammad Hatta.
Hasil rapat panitia kecil, di antaranya:
1. Supaya selekas-lekasnya Indonesia merdeka.
2. Supaya hukum dasar yang akan dirancang diberi semacam preambule (mukaddimah).
3. Menerima anjuran Ir. Soekarno supaya BPUPKI terus bekerja sampai terwujudnya suatu hukum dasar.
4. Membentuk satu panitia kecil penyelidik usul-usul/perumusan dasar negara yang dituangkan dalam mukaddimah hukum dasar.
Segera setelah selesai sidang Panitia Kecil, dibentuk Panitia Sembilan sebagai penyelidik usul-usul/perumus Dasar Negara yang dituangkan dalam mukaddimah hukum dasar yang beranggotakan sembilan (9) orang yang bersidang di kediaman Ir. Soekarno, di Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Anggota Panitia Sembilan, antara lain:
1. Ir. Soekarno (ketua merangkap anggota).
2. Drs. Mohammad Hatta.
3. Mr. A. A. Maramis.
4. Kyai Haji Wachid Hasyim.
5. Abdul Kahar Muzakir.
6. Abikusno Tjokrosujoso.
7. H. Agus Salim.
8. Mr. Achmad Soebardjo.
9. Mr. Muhammad Yamin.
Tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisi:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada sidang kedua BPUPKI berlangsung pada tanggal 10-17 Juli 1945 dengan topik bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar (UUD), ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan serta pengajaran. Berdasarkan hasil pemungutan suara, wilayah Indonesia merdeka sudah ditentukan. Wilayah tersebut meliputi wilayah Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, serta pulau-pulau di sekitarnya.
Pada persidangan kedua BPUPKI tepatnya pada tanggal 14 Juli 1945, dalam rangka menerima laporan Panitia Perancang UUD, Ir. Soekarno melaporkan tiga hasil, yakni:
1. Pernyataan Indonesia merdeka.
2. Pembukaan UUD.
3. Batang tubuh UUD.